Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

Jumat, 09 September 2011

Anak faham mengenai Halal ? harus donk...

Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai ketika/setelah anak berada pada usia sekolah, tidaklah tepat. Banyak perbedaan pendapat tentang kapan pendidikan harus diberikan. Bisa sejak masih kecil, semenjak bayi, ketika dalam kandungan, bahkan pada saat konsepsi. Akan tetapi patut diyakini, bahwa perkembangan kapasitas intelektual anak sudah terjadi pada saat bayi dalam kandungan.

Para ahli neurologi berpendapat, bahwa selama 9 bulan dalam kandungan, paling tidak setiap menit dalam pertumbuhan otak diproduksi 250.000 sel otak. Sehingga selama usia 8 bulan dalam kandungan, diperkirakan bayi memiliki biliunan sel syaraf dalam otaknya. Sel-sel otak ini dibentuk berdasarkan stimulasi dari luar otak. Stimulasi yang diberikan akan membentuk sel-sel otak sehingga otak dapat berkembang optimal. 

Anak menyerap semua rangsangan yang diberikan oleh lingkungannya (orang tuanya). Dan ternyata, awal kehidupan anak merupakan saat yang paling penting. Pasalnya, pada saat itu kapasitas intelektual anak berkembang sangat pesat. Otak anak mampu menampung informasi dengan kecepatan yang mengagumkan. Menjelang usia empat tahun, lima puluh persen kapasitas intelektual anak sudah terbentuk. Ini berarti, jika pada usia tersebut anak mendapatkan rangsangan yang maksimal, maka potensi otak anak akan berkembang secara maksimal. Oleh karena itu, pada masa-masa ini jangan sampai terlewati, orang tua harus senantiasa memberikan pendidikan sebaik-baiknya, karena stimulasi yang diberikan pada masa kritis ini akan terekam dan terbawa sepanjang kehidupan anak. Masa kritis ini hanya terjadi sekali dan tidak pernah terulang lagi.

Oleh karena itu, bagi ibu yang sedang mengandung, selain harus memberikan stimulasi juga memerlukan nutrisi yang baik bagi kesehatan dirinya dan bayi yang dikandungnya. Nutrisi yang baik tentu harus memiliki kandungan gizi yang cukup sehingga dapat membantu perkembangan sel otak janin agar bayi memiliki tingkat potensi kecerdasan yang tinggi dan terlahir sehat nantinya. Nutrisi yang baik haruslah juga menuntut kehalalan produk suatu makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Kebiasaan mengkonsumsi makanan halal pada saat ibu mengandung merupakan sebuah pendidikan bagi anak yang dikandungnya. Sehingga anak menjadi terbiasa menerima sesuatu yang baik dan benar dari kehalalan asupan makanan.

Tentu semua orang tua mendambakan anaknya tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang cerdas, berprestasi dan bermoral. Anak yang cerdas belum tentu tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berprestasi, dan anak yang cerdas dan berprestasi belum tentu tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang bermoral jika tidak dididik dengan baik dan benar. Maka, hendaklah para orang tua untuk tidak melerwakan masa ini, berikan pengasuhan dan pendidikan sebaik-baiknya kepada anak-anak. Pendidikan amatlah penting, dan pendidikan pembiasaan harus dikembangkan sejak usia dini. Kenalkan anak pada hal-hal yang baik. Pembiasaan akan membentuk moral anak untuk bisa memilah mana yang baik dan tidak baik. Dalam hal makananpun akan demikian halnya. Mana yang halal dan tidak, mana yang boleh dikonsumsi dan tidak diperbolehkan.


Anak suka memakan apa saja, untuk itulah orang tua harus memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi anaknya haruslah mengandung asupan gizi yang dibutuhkan tubuh sehingga dapat berfungsi secara normal. Makanan tidak mesti yang mewah dan mahal, tetapi makanan itu pastikan sehat dan halal. Ajari sejak dini anak-anak untuk makan makanan yang sehat dan halal. Islam sangat menganjurkan memakan makanan yang halal dan baik (Q.S. 5:88 dan 16:114). Dan banyak sekali ayat al-Quran yang menjelaskan tentang makanan dan jenisnya yang dibolehkan dan yang tidak. Oleh karena itu, perkenalkan anak sejak dini pada produk-produk makanan yang halal, baik dan boleh dimakan. Meski anak belum bisa membaca, perlihatkan label halal yang ada di setiap kemasan makanan yang dibeli. Biasakan untuk menunjukkannya ketika memilih makanan di supermarket, di toko, atau ketika di dapur, sehingga anak familiar dengan gambar atau label halal yang tertera di kemasannya. Biarkan hal ini menjadi moral/budaya bagi anak pada saat memilih dan membeli makanan, bahwa yang baik di makan adalah yang berlabel halal. 

Upaya sosialisasi produk halal ini bisa juga diberikan pada saat anak sudah mulai sekolah. Sangat baik kiranya bila di Taman Kanak-Kanak (TK), RA (Raudlatul Athfal), di Kelompok Bermain (KB), di Tempat Penitipan Anak (TPA), di Posyandu (sekarang ada Pos PAUD) dan juga di Bina Keluarga Balita (BKB) untuk memasukkan menu pembelajaran mengenai produk makanan yang halal, sehingga ada kesinambungan antara pendidikan di rumah dengan pendidikan di sekolah. Pos PAUD dan BKB yang merupakan pembinaan tumbuh kembang balita dapat dijadikan tempat untuk mengawali sosialisasi ke-halal-an makanan kepada anak-anak.
Sebaiknya, para orang tua wali murid juga mendapatkan informasi produk halal, sehingga budaya memilih makanan yang halal tidak hanya dipunyai oleh anak-anak, tetapi agar dirumah nantinya para orang tua juga harus memiliki budaya mengkonsumsi makanan halal tersebut dan memberlakukannya pada anak-anaknya. Meskipun mengenalkan dan membudayakan produk halal ini tidak bisa spontan dan serta-merta sifatnya, karena terlanjur budaya di lingkungan kita untuk membeli dan mengkonsumsi apa saja tanpa melihat label halal yang tercantum pada produk. Pembiasaan mengonsumsi makanan yang halal akan lebih mudah dilakukan bila dimulai dari saat anak berada pada usia dini.

Sosialisasi halal untuk anak usia dini dapat dilakukan dengan mengenalkan makanan dan minuman yang halal dan yang haram untuk dikonsumsi melalui cerita yang menarik. Banyak buku yang beredar di toko buku mengenai pendidikan halal untuk anak yang dikemas dengan cerita yang menarik yang dapat dijadikan pegangan oleh orang tua untuk mengajarkan makanan halal kepada anak.